Tersenyum dan
Bergembiralah
“Ma… Merry pulang.”
“Kok pulangnya sore banget Mer?
Dari mana aja?”
“Maaf Ma, Merry abis kerja kelompok
disekolah.”
“Ya udah, sekarang kamu makan dulu sana .”
Aku berjalan menuju meja makan dan
yang kulihat hanyalah sayur bayam dan tempe
goreng.
“Terima kasih Tuhan karena aku dan Mama masih bisa makan.” Ucapku dalam
hati. Mama masih saja berada didepan meja jahit ketika aku hendak pergi tidur.
Begitulah Mama, tak kenal lelah dan selalu bekerja keras. Aku mengurungkan
niatnya untuk pergi tidur dan sebaliknya, aku malah menemani Mama.
“Ma, kenapa sih Mama masih aja
bersusah payah bekerja padahal kan
kita udah percaya kalo Tuhan bakal berkati kita?”
“Merry sayang, iman tanpa perbuatan
itu tidak ada artinya, begitu juga sebaliknya. Ya udah, sekarang kamu tidur ya kan besok kamu harus
sekolah. Oia, jangan lupa berdoa.”
“Mama juga tidur dong kan Mama udah capek
kerja seharian.”
“Iya nak, Mama akan tidur setelah
kamu tidur.”
Karena aku percaya kata Mama, aku
melangkahkan kaki kekamar dan berdoa sebelum tidur. Keesokan paginya aku
kesekolah seperti biasa dan Mama pun melanjutkan pekerjaan menjahit baju
pesanan.
Waktu begitu cepat berlalu hungga
sekarang aku sudah berada di bangku SMA kelas 2 semester genap. Hari ini
tanggal 14 februari yang berarti hari ulang tahun Mama.
“Maaf ya Ma, aku ga bisa kasih
apa-apa ke Mama tapi aku janji kalo aku udah punya uang sendiri, aku bakal
kasih hadiah buat Mama.”
“Terima kasih ya sayang tapi Mama
udah bersyukur Tuhan masih tambahin umur Mama sehingga Mama bisa lihat kamu
tumbuh dewasa.”
Aku hanya bisa memeluk mama dan aku
merasakan ada cinta kasih yang tulus dari Mama. Saat aku mamasuki kelas 3
semester ganjil, Mama terlihat lebih sibuk dari biasanya. Aku sempat melihat
ada sebuah sketsa baju diatas tumpukan macam-macam kain batik.
“Ah, mungkin ada tetangga yang
minta dibuatin baju batik.” Itulah yang terlintas dalam pikiranku karena itulah
pekerjaan Mama, menjahit baju.
Hari-hariku selanjutnya selalu
dipenuhi dengan kasih karunia Tuhan. Begitu pun hari ini, hari ulang tahunku
yang jatuh pada tanggal 24 desember. Kami tidak merayakannya, kami hanya berdoa
bersama untuk hari yang istimewa ini.
“Mer, ini, Mama punya hadiah buat
kamu.” Mama memberikan sebuah kotak yang terbungkus kertas koran.
“Ini apa Ma?”
“Kamu buka aja. Mama harap kamu
suka dengan kadonya.” Jawab Mama sambil tersenyum. Dengan hati-hati aku membuka
kotak itu. Aku terkejut saat melihat isinya. Ternyata, sketsa yang waktu itu aku
lihat adalah sketsa untuk gaun ini, gaun yang ada dihadapanku. Gaun itu
terlihat indah dan sederhana.
“Waahh, bagus banget Ma. Pasti Mama
buat ini dengan susah payah. Makasih banyak ya Ma.”
Setelah itu, aku tak bisa berhenti
tersenyum sampai aku tertidur lelap dikamarku. Aku bangun pagi dan harus pergi
ke gereja karena ada latihan tamborin terakhir kali sebelum acara Natal nanti malam. Latihan
berjalan dengan baik dan kami pulang untuk beristirahat. Mama sedang membaca
Alkitab ketika aku sampai dirumah.
“Halo Ma…” sapaku.
“Halo sayang. Gimana tadi
latihannya?”
“Lancar Ma.”
“Sini duduk disamping Mama. Mer,
inget ya, kamu main tamborin untuk melayani Tuhan, memuliakan nama-Nya bukan
untuk tampil dan dilihat orang.”
“Iya Ma. Makasih ya Mama udah
ngingetin.”
Beberapa saat kemudian waktu telah
menunjukkan pikul 5 sore dan acara Natal
akan dimulai pukul 6. Semua apnitia dan pengisis acara harus datang 1 jam lebih
awal untuk mempersiapkan semuanya. Aku sudah sampai di gereja, bersiap-siap,
melakukan tugasku, mengikuti acara, dan kebaktian Natal tahun ini pun selesai.
“Merry, kamu saya tugaskan untuk
mempelajari hal-hal perarsitekturan di Paris.” Kata Pak Ferdinand.
“Maaf Pak, saya rasa saya tidak
bisa pergi karena mama saya sedang sakit.”
“Oh tenang aja Mer, kamu akan
berangkat bulan depan tanggal 8-13 Februari. Semuanya sudah saya urus, kamu
tinggal berangkat.”
“Baik Pak, kalau mama saya sudah
membaik, saya akan pergi.”
Tiba-tiba aku teringat akan hari
ulang tahun mama tanggal 14 februari. Aku berniat memberikan hadiah buat Mama.
Puji Tuhan, kondisi Mama semakin membaik. Dan sekarang tanggal 8 dan aku harus
pergi sesuai janjiku. Disana, aku melakukan tugasku dan tidak lupa membeli
sebuah hadiah buat Mama, sebuah kain sutra warna merah maroon, warna kesukaan
Mama. Saat aku menunggu di bandara untuk kembali ke Indonesia , mataku terus berkedut.
Aku merasa sangat tidak nyaman sampai akhirnya aku berada di rumah.
“Ma… Merry pulang.”
Tak ada yang menjawab. Aku ke kamar
Mama dan melihatnya terbaring di tempat tidur. Aku menyentuh Mama untuk
membangunkannya tetapi tubuh Mama terasa dingin. Mama sudah pulang kerumah Bapa
dengan tersenyum. Aku tak bisa menangis karena terlalu sedih dan kaget. Aku
hanya duduk disamping Mama.
“Ma, Mama inget ga? Aku pernah
janji ke mama buat kasih hadiah kalo aku udah punya uang sendiri kan ? Liat deh Ma, aku
udah beliin kadonya. Aku tau Mama suka kain sutra warna merah maroon jadi aku
kasih ini buat Mama.” Aku meletakkan kado itu di samping Mama. Aku berdiri
melangkah keluar untuk meminta bantuan kepada tetangga tetapi sebelum aku
keluar. Aku melihat ada sebuah kotak berukuran agak besar dan ada tulisan
‘untuk Merry’ di bagian depan. Aku membuka kotak itu dan melihat sebuah gaun
pengantin dan sebuah surat .
Untuk Merry,
Sebenernya ini adalah kado untuk
kamu saat kamu lulus kuliah dan menjadi sarjana tapi Mama pikir terlalu cepat
untuk memberikan kado ini melihat isinya adalah gaun pengantin yang sangat
sederhana yang Mama jahit. Jadi Mama memutuskan untuk memberikan kado ini
setelah kamu memperkenalkan calon suamimu pada Mama. Mama harap kado ini bisa
cepat Mama kasih ke kamu supaya Mama bisa lihat kamu mengenakan gaun ini di
hari pernikahanmu.
Dengan
penuh cinta kasih,
Mama
Sekali lagi, aku sangat terkejut dan
tak bisa berkata apa-apa. Aku mencium Mama terakhir kalinya dan setelah itu aku
meminta bantuan. Selesai sudah semuanya dan sekarang hanya ada aku seorang
diri. Tidak, tidak lagi seorang diri karena aku sudah menemukan seseorang yang
akan menemaniku seumur hidupku. Josh, ya, dialah yang menghiburku saat aku
teringat tentang Mama dan dia yang mendukungku sampai saat ini.
Kami menikah satu tahun kemudian di
altar Tuhan. Aku mengenakan gaun pemberian Mama dan siap menjadi seorang istri.
“Ma, aku tahu Mama sedang tersenyum
disana. Terima kasih atas semuanya ya Ma. Sekarang aku sudah menemukan pasangan
hidupku, Josh.”
Dari gereja, kami berziarah ke
makam Mama dan kami melanjutkan perjalanan hidup kami. Bersyukur, tersenyum,
dan bergembiralah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar